Kamis, 01 Desember 2011

ANALISA KASUS MUTILASI MAGETAN

Sumber Berita



KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kasus Mutilasi Magetan: Jaksa Tak Ajukan Banding

Selasa, 16 Maret 2010 | 13:38 WIB
TEMPO Interaktif, Magetan - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Magetan akhirnya menerima putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Magetan soal vonis 15 tahun penjara dalam perkara pembunuhan dan mutilasi dengan terpidana Gilang Maulana, 22 tahun, warga Kabupaten Ponorogo.

“Vonis sudah memenuhi unsur keadilan. JPU tidak melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi,” kata salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang juga Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum), Sundaya, Selasa (16/3).
Senin (8/3) lalu, majelis hakim menjatuhkan vonis penjara 15 tahun pada Gilang. Vonis ini lebih ringan lima tahun dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman penjara 20 tahun.

Dalam perkara ini, terdakwa dijerat pasal berlapis berupa dakwaan primer pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara. Jaksa juga menjerat terdakwa pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan pasal 181 tentang penyembunyian mayat dengan ancaman hukuman penjara 18 bulan.

Peristiwa pembunuhan dan mutilasi ini terjadi 9 Juli 2009 lalu. Korbannya bernama  Ayu Wulandari, 19 tahun, ini tak lain adalah pacar terdakwa. Terdakwa membunuh warga Desa Kepuhrejo, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang ini dengan cara mencekik saat keduanya menginap di Hotel Pantes di kawasan Wisata Telaga Sarangan, Kabupaten Magetan. Peristiwa itu dilakukan karena korban menolak diajak berhubungan badan dengan alasan sedang haid. Usai dicekik, terdakwa memotong-motong tubuh menjadi sembilan bagian. Potongan tubuh itu lalu dibuang di sekitar Telaga Sarangan dan ada juga yang dititipkan di bus dan ditemukan di Terminal Yogyakarta. Keluarga korban sebenarnya tak puas atas vonis majelis hakim dan meminta jaksa banding. “Nyawa harus dibayar dengan nyawa,” kata ibu korban, Sukini, 43 tahun.


ANALISA KASUS

         HUKUM PIDANA ADALAH HUKUM SANKSI ISTIMEWA dimana Mengatur hubungan antara individu dengan masyarakatnya sebagai masyarakat. Karena itu hukum pidana disebut sebagai hukum publik (privat ke publik). Hukum pidana dijalankan untuk kepentingan masyarakat dan hanya dijalankan dalam hal kepentingan masyarakat benar-benar memerlukan (ultimum remedium).
         Peristiwa di atas termasuk dalam hukum pidana karena sudah memnuhi unsur diatas dimana adanya hubungan antara pelaku pembunhan dengan ketentraman masyarakat.
         Criminal Act (menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan )
         Perbuatan pelaku yang melakukan pembunuhan dan mutilasi as\dalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang serta disertai ancaman dan sanksi berupa pidana seperti yang telah diatur dalam pasal 340 KUHP
         Criminal Liability/ Criminal Responsibility (menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan)
         Perbuatan pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh terdakwa terjadi pada tanggal 9 Juli 2009 di Hotel Pantes di kawasan Wisata Telaga Sarangan, Kabupaten Magetan. Perbuatan pembunuhan dan perbuatan mutilasi yang dilakukan oleh terdakda terhadap korban pada waktu dan tempat tersebut sudah dapat dijatuhi sanksi karena telah terjadi pelanggaran.
         Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana (menentukan dengan  cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut), hal ini telah dilaksanakan dalam jalannya peradilan dengan adanya tuntutan, pembelaan dan putusan hakim.
         Eksekusi/penintensier(menentukan bagaimana cara hukuman sanksi dilaksanakan)= sudah ada cara bagaimana hukuman atau sanksi dilaksanakan yaitu dengan cara menjalani masa tahanan selama 15 tahun seperti tuntutan pengadilan.
         Seperti yang telah disebutkan dalam berita diatas bahwa terdakwa dijerat pasal berlapis berupa dakwaan primer pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara. Jaksa juga menjerat terdakwa pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan pasal 181 tentang penyembunyian mayat dengan ancaman hukuman penjara 18 bulan.
         Dimana dalam Pasal 340 KUHP disebutkan Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
         Sedangkan dalam pasal 338 KUHP disebutkan Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
         Kemudian dalam pasal 181 KUHP disebutkan bahwa Barangsiapa mengubur, menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
         Sumber hukum yang dipergunakan: KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana (beserta UU yang merubah & menambahnya). Karena dalam mengajukan tuntutannya jaksa mengambil dasar hukum KUHP seperti yang telah disebutkan di atas.
         Ilmu bantu dalam hukum pidana yang dipergunakan adalah:
         Kriminologi = dalam hal ini ilmu kriminologi diperlukan dalam hal penyelidikan kasus.
         Kriminalistik  = sama seperti dalam ilmu kriminologi, ilmu kriminalistik diperlukan untuk proses penyidikan pelaku perkara.
         Ilmu Forensik/kedokteran kehakiman = Ilmu forensik diperlukan untuk penyidikan kondisi mayat atau visum untuk mengetahui kondisi mayat korban.
         Psikiatri Kehakiman = ilmu ini dipergunakan sebagai pemeriksaan keadaan jiwa pelaku.
         Sosiologi Hukum  = ilmu ini diperlukan untuk mengetahui kondisi masyarakat yang memungkinkan pemberian bantuan bagi kepolisian dalam proses penyidikan kasus.
         Psikologi hukum
         MELAWAN HUKUM FORMIL DAN MATERIIL
         Yang dimaksud dengan melawan hukum formil adalah melawan ketentuan dalam perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan melawan hukum pidana materil adalah melawan hukum pidana yang hidup dan berkembang di masyarakat(hukum pidana islam dan hukum pidana adat).
         Pemidanaan ataupun penuntutan dalam kasus ini tidak melanggar ketentuan dalam Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat .
         Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu = menurut pasal 1 KUHP
         (1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya.
         (2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan .
         Dalam pasal ini terkandung juga asas-asas seperti:
         1.  Asas Legalitas
         2.  Asas Larangan berlaku surut
         3. Asas Larangan Penggunaan Analogi
         Karena dalam hal ini, kasus yang terjadi telah ada undang- undang yang mengatur ketentuannya sebelumnya.
         Asas Teritorialitas/ wilayah : asas ini dipakai adalah untuk menetukan bahwa undang-undang Indonesia yang dipakai dalam penyelesaian perkara pidanan ini. Seperti yang tercantum dalam pasal 2 KUHP. Aturan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di dalam indonesia. Kejahatan terjadi di Magetan, Jawa Timur yang masih berada dalam kedaulatan wilayah Indonesia.
         Simons : “kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab”, dalam hal ini perbuatan pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan tersangka dalam keadaaan sadar dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya.
         Van Hamel : “kelakuan manusia yang dirumuskan dalam Undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan”,  perbuatan pidana yang dilakuakan pelaku seperti yang telah diberitakan di atas telah dirumuskan di dalam KUHP dan telah dibuktikan kesalahannya dan dipidanakan serta dituntut sesuai perbuatannya.
         Vos : “suatu kelakuan manusia yang oleh perundang-undangan diberi pidana; jadi suatu kelakuan manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam dengan pidana”
         Aliran Monistis
         Tidak memisahkan antara perbuatan dan pertanggungjawaban
         Dalam rumusan tindak pidana sekaligus tercakup unsur perbuatan/akibat  dan unsur kesalahan/pertanggungjawaban: Dalam kasus ini unsur pidana dan pertanggungjawabannya telah diatur dalam KUHP dan telah diproses di Pengadilan.
         Kasus mutilasi ini dalam pasal 340 ayat KUHP disebutkan unsur-unsurnya, tidak disebut kualifikasinya. Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Hanya terdapat unsur-unsur saja seperti:
         Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu
         merampas nyawa orang lain
         diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord)
         atau pidana penjara seumur hidup
         atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun
         Sedangkan kualifikasinya tidak disebutkan.Subjek tindak pidana : Manusia(Gilang Maulana) dengan spesifikasi:
         KUHP pasal 340. Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
         syarat merumuskan  : “Barangsiapa ….”mencakup dalam hal ini adalah tersangka Gilang Maulana.
         hukuman : mati, penjara, kurungan, dll (Ps 10 KUHP) pidana mati, pidana penjara seumur hidup dan penjara paling lama 20 tahun seperti yang telah diajukan oleh jaksa.
         Hukum Pidana disandarkan pada kesalahan orang atau terdakwa. Dalam hal ini pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh terdakwa.
         Unsur-unsur dalam tindak pidana:
         Di dalam perumusan (bagian) – bestanddelen
         dimuat dalam surat dakwaan
         semua syarat yang dimuat dalam rumusan delik merupakan bagian-bagian, sebanyak itu pula, yang apabila dipenuhi membuat tingkah laku menjadi tindakan yang melawan hukum
         1. Tingkah laku yang dilarang : Pembunuhan dan Mutilasi
         2. Bagian subyektif : kesalahan, maksud, tujuan, niat, rencana, ketakutan
         Kesalahan: Melakukan pembunhan dan mutilasi untuk menyembunyikan kematian korbannya.
         Maksud dan tujuan : Menghilangkan nyawa seseorang karena merasa keinginannya ditolak atau tidak dipenuhi.
         Rencana : Memutilasi tubuh korban setelah dibunuh untuk menghilangkan jejak dan menyembunyikan kematian korban.
         Ketakutan : ketakutan diektahui perbuatannya menjadikan pelaku memutilasi korban.
         3. Bagian obyektif : secara melawan hukum, kualitas, kausalitas, bagian-bagian lain yang menentukan dapat dikenakan pidana (syarat tambahan; keadaan)
         4. Bagian yang mempertinggi dapatnya dikenakan pidana
         Unsur-unsur melawan hukum
         A. Unsur Obyektif : Pembunuhan (perbuatan membunuh) yang mengakibatkan menghilangnya nyawa orang lain.
         B. Unsur Subyektif : Kesalahan yang dilakukan dengan sengaja
         Contoh : Pasal 340 KUHP
         Barangsiapa
         dengan sengaja
         menghilangkan nyawa orang lain
         Jenis Delik: Termasuk delik kejahatan karena sebelum ada Undang-undang yang mengatur pun sudah dianggap tidak baik (recht-delicten)
         Hazewinkel-Suringa : tidak ada perbedaan kualitatif, hanya perbedaan kuantitatif.
          a) Percobaan  : dipidana
         b) Membantu : dipidana
         c) Daluwarsa : lebih panjang
         d) Delik aduan : ada
         e) Aturan ttg Gabungan berbeda
         D. Materiil : Yang dirumuskan akibatnya --> Ps 338, Ps 187, dll
         D. Komisi : melanggar larangan dengan perbuatan aktif.(membunuh dan memutilasi termasuk tindakan aktif)
         D. Dolus : delik dilakukan dengan sengaja, misalkan: Ps 338, Ps 351 dalam hal ini, pembunuhan yang dilakukan terdakwa dilakukan secara sengaja karena terdakwa mengetahui akibat yang akan ditimbulkan dari perbuatannya.
         Delik Biasa (bukan aduan) karena dalam Penuntutannya tidak memerlukan pengaduan, misalkan Ps 340, Ps 285
         Cukup dengan laporan dari setiap orang yang melihat atau mengetahui tindak pidana tersebut., tidak harus dengan pengaduan dari korban atau orang-orang tertentu.
         Delik Berlanjut, terdiri atas dua atau lebih delik, yang karena kaitannya yang erat mengakibatkan dikenakan satu sanksi kepada terdakwa.Untuk pemidanaannya menggunakan ketentuan  tentang  gabungan Tindak Perkara, yaitu Pasal 64 KUHP Karena dengan melakukan sekali kesalahan sudah dapat diancam pidana sesuai ketentuan yang mengatur maka dalam kasus ini tidak termasuk dalam delik berlanjut.
         Delik Selesai
         Satu atau beberapa perbuatan tertentu yang selesai dalam suatu waktu tertentu yang singkat
         Delik Tunggal, delik di mana untuk dapat dipidananya si pelaku maka yang bersangkutan. cukup melakukan perbuatan tersebut  sebanyak satu kali. Dengan melakukan sekali pembunhan pelaku sudah dapat diancam dengan pidana.
         Delik Berkualifikasi
         Delik pokok yang ditambah dengan unsur yang memperberat pemidanaan.
         Delik Komuna (bukan delik politik)
         Delik yang tidak mengandung  unsur politik
         Delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang
         Cirinya: Subjeknya adalah  “barang siapa“
         Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir
         Delik yang terkwalifisir dengan timbulnya akibat. (pengkualifikasian delik juga dapat dilakukan atas dasar akibat yang muncul setelah delik tertentu dilakukan).
         Ajaran Kausalitas : Ajaran Conditio Sine Qua Non adalah semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang bersangkutan. Harus dianggap causa (sebab) akibat itu.
         Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
         Ada bebarapa hal yang menjadi pengertian dari ajaran kausalitas yaitu:
         Hal sebab-akibat : adanya sebab-sebab atau factor yang menyebabkan kasus atau peristiwa pidana dalam kasus di atas terjadi seperti sakit hati karena keinginan si pelaku ditolak dan lingkungan pelaku yang mendukung terjadinya suatu tindak pidana.
         Hubungan logis antara sebab dan akibat dalam hal ini adanya sebab-sebab atau factor yang mendasari terjadinya pembunuhan dan mutilasi di atas dapat diterima dengan akal tidak mengada-ada untuk memberatkan si pelaku.
         Persoalan filsafat yang penting
         Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
         Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di suatu masa lalu. Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan pada pengertian kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu
         Ajaran Kausalitas adalah ajaran yang berupaya untuk mencari sebab dari timbulnya akibat.
         Dalam hukum pidana, sebab yang dicari adalah suatu perbuatan.
         Dengan ditemukannya sebab, maka dapat ditemukan siapa yang dapat dipersalahkan dan diminta pertanggungjawabannya
         Ada beberapa sebab yang mendorong Gilang melakukan pembunuhan dan mutilasi: Kehendak yang ditentang untuk melakukan hubungan badan dengan korban
         Kondisi perekonomian dan lingkungan tersangka yang  serba kekurangan dan mendukung tindak kejahatan.
         Syarat = sebab : syarat dapat dikatakan sebagai sebab karena syarat tersebut adalah sebab yang mendorong terjadinya suatu tindakan.
         Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yangbersangkutan. Harus dianggap causa (sebab) akibat itu.
         Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa).
         Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar dolus atau culpa; dalam banyak kejahatan dolus atau culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.
         Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima
         Syarat yang paling menentukan adalah kehendak si pelaku akan diri korban(berhubungan badan) tidak dipenuhi oleh korban sehingga menyulut kemarahan dari pelaku.
         Teori-teori menggeneralisasi
         Pembunuhan terjadi akibat dari Keinginan si pelaku yang tidak terpenuhi yang menimbulkan ketidakpuasan dan membutuhkan pelampiasan.
         Teori Relevansi
         Sifat Melawan Hukum Arti :
         tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
         bertentangan dengan hak orang lain (tegen eens anders recht) = karena dalam pembunuhan tersebut pelaku merampas hak orang lain untuk hidup.
         tanpa alasan yang wajar karena alasan pembunhan apapun itu tidak dapat diterima oleh akal sehat.  
         Bertentangan dengan hukum positif selain bertentangan dengan hukum agama, hal ini bertentangan dengan hukum positif dimanapun.
         Melawan hukum : formil & materiil
         aliran formil : melawan hukum = melawan UU, sebab hukum adalah UU.
         aliran materiil : melawan hukum adalah perbuatan yang oleh masyarakat tidak dibolehkan.
         Pembuktian Melawan Hukum
         Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut umum
         Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari rumusan delik yaitu apakah dalam rumusan unsur tersebut disebutkan nyata-nyata, jika tidak dinyatakan maka tidak perlu dibuktikan.
         Perbuatan Gilang melawan hukum karena bertentangan dengan hak orang lain dan bertentangan dengan hukum positif.
         Kesalahan yang digunakan dalam rumusan delik untuk menetapkan bahwa pidana dapat diancamkan pada pelaku yang bersalah karena telah melakukan tindakan tertentu; misalkan: Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena bersalah melakukan pembunuhan.
         Ada beberapa jenis Dolus atau Opzet atau Kesengajaan yakni:
         Dolus sebagai  maksud tujuan
         Dolus dengan kesadaran akan keniscayaan akibat/sengaja dengan keinsyafan kepastian.
         Dolus dengan kesadaran akan besarnya kemungkinan/ kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (opzet met waarschijnlijkheids bewustzijn/ awareness of probability)
         Dolus eventualis (kesengajaan bersyarat; opzet met mogelijkheidsbewustzijn / voorwaardelijk opzet/awareness of possibility).
         Kesengajaan bersyarat: dengan mengetahui dan menghendaki menerima risiko yang besar.
         Ada sarjana yang membedakan bentuk-bentuk dolus menjadi 3 macam,yaitu:  sebagai maksud, berkeinsyafan kepastian dan berkeinsyafan kemungkinan  (misalnya PAF Lamintang, Tresna, Moeljatno)
         Mereka menyamakan dolus eventualis dengan kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan
         Dolus eventualis merupakan perkembangan dalam hukum pidana, khususnya dalam hal bentuk-bentuk kesengajaan dan  HR Belanda  baru menerima kesengajaan bentuk ini setelah PD I.
         Bentuk-bentuk kesengajaan:
         Sengaja sebagai maksud/ tujuan :
         apabila pembuat menghendaki perbuatan dan/akibat perbuatannya.
         tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak terjadi 
         Tidak harus berupa tindak pidana
         Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :
         pembuat yakin bahwa akibat yang dimaksudkannya tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud.
         Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:
         pembuat sadar bahwa mungkin akibat yang tidak dikehendaki akan terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya
         Kesengajaan berkeinsyafan kepastian dan kemungkinan tidak dapat  berdiri sendiri. Selalu bersifat accesoir  terhadap kesengajaan sebagai maksud.
         Kejahatan yang dilakukan tersangka Gilang adalah termasuk jenis Dolus atau Opzet (Kesengajaan) karena teori kehendak berlaku dalam kasus ini “ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik dikehendaki si pelaku” dalam hal ini sudah jelas apabila dalm terjadinya kasus pembunuhan ada kehendak dari pelaku dan pelaku juga mengetahui akibat dari perbuatannya.
         Kejahatan atau perbuatan yang dilakukan pelaku (Gilang) termasuk Dolus Eventualis dimana Pelaku dengan kehendak dan kesadaran menerima kemungkinan munculnya akibat yang buruk.
         Perbuatan yang dilakuakan tersangka Gilang adalah suatu tindakan yang benar-benar telah terjadi sehingga perbuatan ini tidak bias disebut percobaan pembunhan atau poging.
         Teori Obyektif Materiil pada Delik Formil
         “apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang disebut dalam rumusan delik”
         Teori Obyektif Materiil pada Delik Materiil
         “segera setelah tindakan yang dilakukan oleh pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh UU tanpa pelakunya tersebut harus melakukan suatu tindakan yang lain” .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar